SERANG | Portalinformasinusantara.com — Polemik yang mencuat di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah tokoh Nahdliyin menilai bahwa situasi yang berkembang bukan sekadar dinamika organisasi, melainkan ujian kedewasaan jam’iyah dalam menjaga marwah ulama dan kehormatan warisan para pendiri NU.
Seorang tokoh NU dari Serang menegaskan bahwa perbedaan pandangan adalah sesuatu yang lumrah dalam organisasi besar. Namun, ketika perbedaan itu bergeser menjadi polemik terbuka yang saling melemahkan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya argumentasi personal, tetapi juga wibawa organisasi serta kepercayaan umat.
Baca Juga: Gubernur Muzakir Manaf Menangis: Aceh Seperti Tsunami Kedua Akibat Banjir dan Longsor 18 Kabupaten/Kota
Menurutnya, NU bukan gelanggang pertarungan kepentingan, melainkan rumah besar perjuangan yang harus dijaga keteduhan dan keutuhannya. Ia mengungkapkan bahwa dari laku dzikir dan tirakat kebangsaan yang menjadi amalan para ulama, selalu tersimpan pesan penting: kekuasaan tanpa adab melahirkan kegaduhan, dan kritik tanpa akhlak melahirkan perpecahan.
“Kritik tetap menjadi gizi organisasi, tetapi harus disampaikan dengan etika keulamaan, dengan data yang jernih, dan niat yang tulus untuk ishlah. Bukan untuk menjatuhkan atau membuka aib jam’iyah di hadapan publik,” ujarnya.
Baca Juga: Polda Banten Sidak 28 Lokasi Tambang di Serang: Seluruh Titik Berizin dan Sesuai Koordinat
Ia menekankan bahwa polemik internal PBNU semestinya diselesaikan melalui mekanisme yang bermartabat, yakni tabayyun, musyawarah, dan prosedur organisasi yang sah. Menyeret konflik ke ruang publik dengan saling serang, menurutnya, hanya akan memperlebar luka dan membuka celah bagi kepentingan luar yang dapat merugikan jamaah.
Di tengah meningkatnya tantangan bangsa — mulai dari kemiskinan, ketimpangan sosial, hingga degradasi moral — umat dinilai membutuhkan NU yang kokoh, teduh, dan menjadi penuntun nurani. Bukan NU yang larut dalam konflik berkepanjangan.
Sebagai bagian dari masyarakat yang mencintai ulama, ia menyerukan agar seluruh elemen NU, baik struktural maupun kultural, menempatkan persatuan di atas segala kepentingan. “Kembalikan khidmah sebagai orientasi, dan jadikan maslahat umat sebagai tujuan tertinggi. Jangan biarkan NU letih oleh pertarungan ego dan ambisi sesaat,” tegasnya.
Baca Juga: KPK Tetapkan Dua ASN DJKA sebagai Tersangka Korupsi Proyek Jalur Kereta Api di Medan
Ia menutup dengan pesan reflektif bahwa polemik ini semestinya menjadi ruang muhasabah bersama untuk memastikan apakah NU masih teguh di atas khittah perjuangan atau justru mulai tergelincir dalam pusaran ambisi.
“Sejarah tidak mencatat siapa yang paling lantang, tetapi siapa yang paling tulus menjaga kehormatan jam’iyah dan persatuan umat,” ujarnya. (/)
Editor | Portalinformasinusantara.com
Tegas • Faktual • Tajam • Berpihak pada Kepentingan Publik











