Rangkasbitung, Banten — Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di SMPN 1 Rangkasbitung menuai sorotan publik. Berdasarkan dokumen resmi yang diterima redaksi, sejumlah calon siswa dari jalur afirmasi dinyatakan tidak lolos seleksi dengan dalih kuota telah penuh. Namun ironisnya, kuota jalur mutasi atau perpindahan orang tua justru belum terisi sama sekali, bahkan menyisakan 5 persen yang masih kosong.
Surat penolakan resmi tertanggal 7 Juli 2025 menjadi bukti konkret. Salah satu calon siswa jalur afirmasi secara resmi ditolak, meskipun menurut ketentuan yang tercantum di situs resmi sekolah (rangkasbitung.sch.id), apabila kuota jalur mutasi tidak terpenuhi, maka sisa kuota tersebut dapat dialihkan ke jalur afirmasi, domisili, atau prestasi.
Kondisi ini memicu spekulasi mengenai adanya praktik tidak sehat dalam proses penerimaan siswa baru. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa kursi jalur mutasi diduga diperjualbelikan secara tertutup dengan tarif bervariasi. Dugaan ini menguatkan keresahan orang tua siswa yang merasa sistem penerimaan tidak berjalan adil dan terbuka.
“Kami sudah melengkapi semua persyaratan jalur afirmasi. Tapi tetap saja ditolak dengan alasan kuota habis. Padahal jalur mutasi masih kosong. Ini jelas tidak adil,” ungkap seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Kritik pun datang dari kalangan pemerhati pendidikan di Kabupaten Lebak. Mereka menuntut pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proses penerimaan siswa baru di SMPN 1 Rangkasbitung.
“Jika memang tidak ada praktik ilegal, buka data secara transparan. Kuota yang tersisa seharusnya dialihkan, bukan dibiarkan kosong apalagi diperjualbelikan,” ujar seorang aktivis pendidikan setempat.
Merujuk data resmi, daya tampung SMPN 1 Rangkasbitung adalah 330 siswa, dengan komposisi sebagai berikut:
- Zonasi: 50%
- Prestasi: 30%
- Afirmasi: 15%
- Mutasi: 5%
Namun berdasarkan laporan di lapangan, jalur afirmasi justru banyak mengalami penolakan, sedangkan kuota jalur mutasi tak terisi dan tidak dialihkan sebagaimana mestinya.
Situasi ini tidak hanya mencederai asas keadilan dalam pendidikan, tetapi juga menunjukkan lemahnya kontrol dan pengawasan dalam sistem PPDB. Anak-anak dari keluarga kurang mampu yang seharusnya mendapat perlakuan afirmatif, justru menjadi korban dari sistem yang diduga sarat manipulasi.
Masyarakat berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak segera mengambil langkah tegas dengan membuka data penerimaan secara utuh dan melakukan investigasi menyeluruh agar potensi penyimpangan dalam SPMB tidak kembali terjadi di masa mendatang.
Sampai berita ini ditayangakan, Kepala Sekolah SMP N 1 Rangkasbitung saat dikonfirmassi belum memberikan respon (**/)