LEBAK | Portalinformasinusantara.com – Polemik Mie Gacoan Rangkasbitung kian memanas. Restoran cepat saji berlabel nasional itu diduga beroperasi tanpa mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), padahal izin tersebut merupakan kewajiban mutlak sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta aturan turunannya dalam PP Nomor 16 Tahun 2021.
Ironisnya, meski pelanggaran ini jelas melawan aturan, gerai Mie Gacoan tetap beroperasi tanpa hambatan. Publik pun menyoroti adanya dugaan kuat “beking” yang membuat aparat maupun pejabat daerah seakan memilih tutup mata.
Baca Juga: Mi Gacoan Rangkasbitung Diduga Langgar Aturan Tata Ruang, DPRD Lebak Diminta Gelar RDP
Kepala Satpol PP Lebak, Dartim, mengaku pihaknya sudah dua kali melayangkan surat teguran kepada manajemen Mie Gacoan.
“Kami sudah dua kali layangkan surat teguran terkait masalah izin, tapi tidak pernah digubris. Kalau izinnya tidak juga keluar, ya penyegelan akan kami lakukan,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Namun kenyataan di lapangan berbicara lain: tidak ada penyegelan, tidak ada tindakan nyata. Teguran hanya sebatas formalitas tanpa daya paksa. Publik pun bertanya-tanya: apakah Satpol PP benar-benar berani menghadapi perusahaan sebesar ini?
Lebih janggal lagi, Dartim mengungkapkan bahwa manajemen Mie Gacoan sudah membayar Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) pada 15 September 2025 melalui Bapenda Lebak. Padahal secara hukum, pembayaran SKRD hanyalah salah satu tahap administrasi, sementara izin PBG baru sah setelah diterbitkan DPMPTSP. Sayangnya, hingga kini Kepala DPMPTSP Lebak, Yadi, sulit ditemui dan enggan memberi keterangan resmi.
Baca Juga: Polemik Mi Gacoan di Rangkasbitung, Baralak Nusantara Desak DPRD Lebak Gelar RDP
Sikap bungkam ini memicu spekulasi liar di masyarakat: apakah ada intervensi politik atau tekanan dari oknum berkuasa?
Fungsi pengawasan yang seharusnya dijalankan oleh DPRD Lebak, khususnya Komisi III, juga dipertanyakan. Pasalnya, hingga kini lembaga legislatif itu justru diam seribu bahasa.
Menurut Aktivis Baralak Nusantara, keberlangsungan operasional Mie Gacoan tanpa izin resmi tidak lepas dari adanya kontribusi dan pembiaran yang disengaja oleh pejabat terkait.
“Kalau bukan karena ada beking kuat, tidak mungkin perusahaan sebesar itu bisa melanggar aturan dan tetap dibiarkan beroperasi. DPRD jelas gagal menjalankan fungsi kontrol,” Tegas Sekjen Baralak Nusantara, Hasan Basri, S.Pd.I.
Baca Juga: Aktivis Geruduk DPRD Lebak, Bongkar Dugaan Pelanggaran di Mi Gacoan
Hal senada diungkapkan Acong, aktivis lain dari Baralak Nusantara, yang menyebut adanya transaksi politik-ekonomi di balik kasus ini. Ia menyoroti sedikitnya tiga pelanggaran serius:
- Pasal 7 UU Bangunan Gedung: setiap bangunan wajib memiliki PBG.
- Pasal 39 PP 16/2021: bangunan tanpa PBG bisa dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan, denda, hingga pembongkaran.
- Perda Kabupaten Lebak tentang Retribusi Perizinan Tertentu: perusahaan wajib melengkapi izin sebelum menjalankan usaha.
“Jika aturan ini ditegakkan, Mie Gacoan seharusnya sudah disegel sejak lama. Fakta bahwa restoran ini masih beroperasi menegaskan adanya perlakuan istimewa,” ujar Acong.
Baca Juga: Mie Gacoan Rangkasbitung Diduga Langgar Aturan Ketenagakerjaan, Gaji Karyawan di Bawah UMK
Tak bisa dipungkiri, kehadiran Mie Gacoan disambut sebagian masyarakat karena membuka lapangan kerja baru serta menambah PAD Lebak. Namun muncul pertanyaan besar: apakah demi investasi, aturan boleh diabaikan?
Kasus ini mencerminkan wajah buruk birokrasi di Lebak: Tajam ke Rakyat Kecil, Tetapi Tumpul ke Pengusaha Besar.
Kini, publik menunggu sikap tegas: Beranikah Pemkab dan DPRD Lebak menindak tegas pelanggaran ini, atau justru membiarkan dugaan kongkalikong demi kepentingan segelintir elit?