Lebak (PIN)– Polemik proyek preservasi jalan nasional Simpang–Bayah di Kabupaten Lebak, Banten, terus melebar. Setelah PT Tureloto Battu Indah (TBI) membantah tuduhan kecurangan tender, giliran aktivis pembangunan asal Banten, Ari Cahyadi, melontarkan kritik tajam. Ia menuding ada oknum yang sengaja mengail di air keruh dengan menjadikan TBI kambing hitam.
“Tidak elok proyek pemerintah pusat yang nilainya Rp43,7 miliar dijadikan bahan perseteruan. Ada pihak yang sengaja menggoreng isu lama perusahaan untuk menjatuhkan, bahkan sampai menyeret nama orang yang tak ada kaitannya,” kata Ari, Selasa, 19 Agustus 2025.
Menurut Ari, proyek ini merupakan bukti keseriusan pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dalam memajukan infrastruktur jalan di Lebak. Namun, upaya tersebut justru terganggu oleh kepentingan sempit.
“Kalau pembangunan jalan nasional dipelintir jadi ajang politik lokal, yang rugi rakyat. Oknum yang sengaja cari kambing hitam sebetulnya sedang menghambat pembangunan,” ujarnya.
BACA: PT Tureloto Battu Indah Bantah Tudingan Kecurangan Tender Proyek Jalan Simpang–Bayah
Ari menilai tudingan conflict of interest yang diarahkan kepada anggota DPRD Lebak tidak berdasar. Proyek ini murni dibiayai APBN Kementerian PUPR, berada di bawah BPJN Banten, Satker Jalan Nasional Wilayah II, dengan pengawasan konsorsium supervisi. “DPRD itu mengawasi APBD, bukan APBN. Jadi, menyeret nama dewan dalam proyek pusat jelas mengada-ada,” kata Ari.
Tudingan itu rupanya membuat sejumlah anggota DPRD Lebak merasa dirugikan. Mereka menilai pencatutan nama legislatif dalam isu proyek jalan Simpang–Bayah telah merusak reputasi lembaga.
Seorang anggota DPRD yang enggan disebut namanya menegaskan, pihaknya akan menyiapkan langkah resmi. “Kami sedang menyiapkan surat sanggahan. Nama DPRD jangan dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu. Kami tidak pernah ikut campur dalam proyek APBN,” ujarnya.
Menurutnya, tuduhan itu bukan hanya menyerang individu, tapi juga mencoreng institusi DPRD. “Kalau ada pihak yang sengaja menyeret-nyeret nama dewan, kami akan lawan secara terbuka. Kami punya mekanisme hukum maupun politik,” katanya.
Ujian Transparansi
Meski warga sekitar menilai pengerjaan jalan cukup baik, polemik seputar tender dan tuduhan keterlibatan politik belum surut. Bagi publik, isu ini memperlihatkan dua hal sekaligus: transparansi proyek besar masih rawan diganggu, sementara tarik-menarik kepentingan lokal kerap membayangi pembangunan yang bersumber dari pusat.
Dengan adanya sanggahan resmi DPRD, pertarungan narasi ini tampaknya belum akan berhenti. Proyek jalan nasional Simpang–Bayah, senilai Rp43,7 miliar, kini bukan sekadar urusan infrastruktur, tetapi juga menjadi medan uji integritas: apakah pembangunan bisa berjalan lurus, atau kembali terjebak dalam pusaran tudingan dan saling tuduh. (red)
Editor: Yudistira