Lebak,- Koneksi internet nirkabel yang menggunakan gelombang radio untuk mengirimkan data digital. atau Wi-Fi telah menjadi ladang empuk perusahaan internet untuk menghasilkan uang, hal tersebut membuat beberapa perusahaan besar PT. Telkom dan perusahaan lokal lainnya berlomba untuk memberikan layanan jaringan sampai kepelosok, bahkan beberapa wilayah yang tidak tersentuh oleh layanan (blank spot).
Seiring dengan menjamurnya perusahaan wi-fi di wilayah Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan sekitarnya juga diiringi dengan masalah penempelan pemancar sinyal yang menyangkut atau asal nempel di tiang satelit yang sudah ada.
Hal tersebut, diduga kuat untuk meminimalisir biaya operasional perusahaan misalnya menghindari pajak atau bisa jadi hanya ulah oknum perusahaan yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ormas Badak Banten Perjuangan, H. Eli Sahroni. fenomena penggunaan jaringan wi-fi di Kabupaten Lebak khususnya dan Provinsi Banten pada umumnya saat ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat.
Bahkan, saat ini penggunaan wi-fi sudah menjadi kebutuhan dari pemerintah daerah untuk membantu sektor pendidikan dalam melaksanakan ujian berbasis kompetensi misalnya ujian yang memerlukan komputer sebagai metode pengujian.
“Dampak positifnya bisa dirasakan masyarakat hingga ke pelosok daerah, namun ada beberapa hal yang tentunya tidak luput dari pengawasan kami sebagai kontrol sosial, salahsatunya soal penempatan jaringan” kata KIng Badak, demikian Ketum Ormas BBP biasa disebut pada awak media. Jum’at (11/10/24).
Inikasi adanya pelanggaran tersebut, lanjutnya, nampak dari pemasangan pemancar yang “numpang pasang” pada tiang priovider yang sudah ada, Tentunya perbuatan tersebut berpotensi merupakan perbuatan yang telah melanggar hukum.
Dikatakan King Badak, perusahaan penyedia jaringan wi-fi yang melanggar hukum dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Telekomunikasi. Menurut ketentuan dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, perbuatan yang mengganggu penyelenggaraan telekomunikasi dapat berakibat pada pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp600 juta.
“Perusahaan yang terbukti menggunakan tiang secara ilegal akan berpotensi dihukum dan harus membayar kompensasi kepada pihak terdampak” Ujar King Badak. .
Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk menegakkan aturan hukum, tetapi juga sebagai tindakan pencegahan agar keberlangsungan infrastruktur jaringan telekomunikasi tidak terganggu.
King Badak mengaku pihaknya saat ini melalui tim Divisi Investigasi sedang mendalami serta menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi dalam dunia teknologi komunikasi, Perusahaan Wi-Fi diharapkan untuk memahami konsekuensi hukum yang mungkin timbul akibat pelanggaran dalam pemasangan infrastruktur jaringan.
“Hasilnya nanti akan di publis melalui media massa atau akan berbentuk laporan pengaduan kepada Mentri yang membidangi, kita lihat nanti” tandas King Badak. (red)