Example floating
Example floating

KPK Akui BPK Tak Bisa Hitung Kerugian Negara dalam Kasus Tambang Nikel Konawe Utara

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan pers terkait penghentian penyidikan kasus tambang nikel Konawe Utara
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menjawab pertanyaan awak media terkait kendala penghitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi izin tambang nikel di Konawe Utara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/12/2025). (Foto: Dok. Istimewa/PIN)
spanduk 120x600

JAKARTA | Portalinformasinusantara.comKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya kendala serius dalam penanganan perkara dugaan korupsi izin tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan tidak dapat menghitung kerugian keuangan negara karena objek perkara dinilai tidak masuk dalam ranah keuangan negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa auditor BPK telah menyampaikan keterbatasan kewenangannya dalam melakukan penghitungan kerugian negara terhadap pengelolaan tambang nikel tersebut.

logo
Baca Juga: Presiden Prabowo Teken KUHAP Baru, Berlaku Bersamaan dengan KUHP Mulai Januari 2026

“Dalam perkara Konawe ini, auditor telah menyampaikan bahwa tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara karena pengelolaan tambang tersebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, tidak masuk dalam ranah keuangan negara,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (29/12/2025).

Budi menambahkan, hasil tambang yang diperoleh melalui mekanisme yang diduga menyimpang dari ketentuan hukum juga tidak dapat dijadikan dasar perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor.

Kondisi tersebut berdampak langsung pada proses penegakan hukum. Menurut Budi, unsur kerugian negara yang menjadi syarat utama dalam penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak terpenuhi. Sementara itu, penerapan pasal suap dalam perkara ini juga terkendala karena telah melampaui batas waktu penuntutan atau daluwarsa.

Baca Juga: KPK Terbitkan SP3 Kasus Tambang Konawe Utara Rp 2,7 Triliun, Ini Alasan Penghentian Penyidikan

“Hal ini mengakibatkan tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam penyidikan perkara ini, khususnya untuk Pasal 2 dan Pasal 3. Untuk pasal suapnya juga terkendala karena daluwarsa perkara,” tegas Budi.

Sebelumnya, KPK telah menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi izin tambang nikel yang menyeret nama Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, resmi dihentikan sejak tahun 2024. Penghentian penyidikan dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena hambatan hukum yang tidak dapat diatasi.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan, terutama terkait penghitungan kerugian keuangan negara,” kata Budi.

Baca Juga: KPK Temukan HP Berisi Chat Terhapus Saat Geledah Kantor Bupati Bekasi Kasus OTT Suap Proyek

Ia juga menyinggung tempus delicti perkara yang terjadi pada tahun 2009, sehingga berkaitan erat dengan daluwarsa penanganan perkara suap. Oleh karena itu, SP3 dinilai perlu diterbitkan demi menjamin kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.

Budi menegaskan, keputusan penghentian penyidikan tersebut sejalan dengan prinsip dan asas pelaksanaan tugas KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang menekankan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, proporsionalitas, kepentingan umum, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Editor | Portalinformasinusantara.com
Tegas • Faktual • Tajam • Berpihak pada Kepentingan Publik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *