LEBAK | PortalInformasiNusantara.com — Komisi Nasional Disabilitas (KND) Republik Indonesia mengambil langkah tegas dengan memanggil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Baperida) Kabupaten Lebak, Yosep M. Holis, untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran hak penyandang disabilitas.
Pemanggilan tersebut tertuang dalam Surat KND Nomor B.741/1.7/KND.02.02.00/11/2025, yang diterbitkan di Jakarta pada awal November 2025. Langkah ini menegaskan bahwa negara hadir dalam menjamin hak kesetaraan bagi seluruh warga, termasuk penyandang disabilitas.
Kasus ini bermula dari laporan seorang ibu penyandang disabilitas Tuli, yang memperjuangkan keadilan bagi anaknya dan seorang rekannya, dua perempuan Tuli bernama RU dan SF.
Baca Juga: Pendamping Pastikan Kesaksian RU dan SF Benar Adanya: Mereka Punya Hak Didengar
Pada Selasa malam, sekitar pukul 20.00 WIB, keduanya melintas di area Kantor Baperida Kabupaten Lebak dan tanpa sengaja menyaksikan dugaan perbuatan tidak senonoh di dalam ruangan kantor yang masih menyala lampunya.
Namun, ketika kesaksian mereka diperhadapkan dengan rekaman CCTV, tidak ditemukan bukti visual seperti yang mereka ceritakan. Sejumlah pihak kemudian menyimpulkan bahwa kesaksian dua perempuan Tuli itu tidak benar, bahkan menyebut mereka melihat hantu.
Stigma dan perlakuan yang merendahkan itu memicu perlawanan moral dari ibu RU, yang menolak anaknya dianggap berbohong hanya karena keterbatasan komunikasi. Dengan keteguhan hati, ia melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Nasional Disabilitas RI melalui kanal Disabilitas Tanah Air 143 (DiTA 143).
Baca Juga: Badak Banten Tegaskan Netralitas: Minta Publik Tak Terpengaruh Narasi TikTok King Kobra
Laporan diterima KND pada 31 Oktober 2025, kemudian diperkuat dengan kehadiran langsung keluarga RU di kantor KND, Jakarta Timur, pada 5 November 2025.
Dari hasil pemeriksaan dan analisis awal, KND menyimpulkan kesaksian dua perempuan Tuli itu memiliki dasar kebenaran, dan tidak berkaitan dengan hal-hal mistis sebagaimana dituduhkan.
Dalam surat resmi yang ditandatangani oleh Ketua KND, Dr. Dante Rigmalia, lembaga ini menyatakan terdapat indikasi pelanggaran hak-hak penyandang disabilitas, di antaranya:
- Tidak disediakannya akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas Tuli saat memberikan kesaksian.
- Dugaan trauma psikologis akibat perlakuan diskriminatif dan stigma sosial.
- Penyangkalan terhadap kesaksian penyandang disabilitas, yang bertentangan dengan prinsip kesetaraan di depan hukum.
KND menegaskan, pemanggilan tersebut bersifat segera, dan Kepala Baperida Lebak diminta hadir pada Selasa, 11 November 2025 pukul 10.00 WIB, di Ruang Rapat KND, Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur.
Baca Juga: Sekjen Baralak Nusantara Bantah Isu Intimidasi: Jangan Giring Opini Publik Tanpa Fakta
Pertemuan ini bertujuan untuk klarifikasi tanggung jawab institusional serta memastikan semua pihak memahami kewajiban hukum dan moral dalam menghormati hak penyandang disabilitas.
Surat panggilan itu juga ditembuskan kepada Komisioner KND, Dr. Rachmita M. Harahap, serta sejumlah pihak yang berkepentingan, termasuk Saudari Ratu, Syifa, Yudi, dan Omat.
Kasus Lebak menjadi simbol keberanian penyandang disabilitas dalam memperjuangkan kebenaran di tengah stigma sosial. Apa yang dilakukan ibu RU membuktikan bahwa keadilan bisa diperjuangkan bahkan dari suara yang kerap diabaikan.
Baca Juga: Yudistira Klarifikasi Isu Intimidasi Pegawai Bappeda Lebak: “Kunjungan Kami Sebagai Orang Tua, Bukan Aktivitas Organisasi”
Langkah cepat KND menunjukkan bahwa negara tidak tinggal diam. Perlindungan terhadap penyandang disabilitas adalah cerminan tanggung jawab negara terhadap kemanusiaan dan supremasi hukum.
Kasus ini menjadi preseden penting nasional dalam penegakan hak-hak disabilitas, menegaskan bahwa setiap warga negara — tanpa kecuali — memiliki martabat, hak, dan suara yang harus dihormati.
Editor | Portalinformasinusanatara.com















