LEBAK | PortalInformasiNusantara.com —Tim investigasi Baralak Nusantara mengungkap dugaan praktik pengedaran obat herbal ilegal berkedok pengobatan alternatif yang marak terjadi di sekitar Exit Tol Mandala, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Temuan ini terkuak setelah tim melakukan investigasi mendalam sejak awal Oktober 2025 di kawasan Jalan Raya Rangkasbitung–Pandeglang.
Sejumlah terapis pijat yang beroperasi di wilayah tersebut aktif menawarkan jasa pijat urat dan pengobatan alternatif kepada warga sekitar. Namun di balik aktivitas layanan terapi itu, mereka diduga memperdagangkan kapsul herbal tanpa izin edar yang dikemas dalam toples plastik polos tanpa label.
Menurut keterangan eksklusif yang dihimpun tim investigasi, para terapis tersebut mendatangi rumah-rumah warga di wilayah Rangkasbitung, Cibadak, hingga Cikulur untuk menawarkan jasa terapi sekaligus menjajakan obat kapsul yang disebut-sebut “mujarab untuk segala penyakit”.
“Sambil memijat, mereka menawarkan obat herbal yang katanya bisa menyembuhkan stroke dan penyakit kronis lainnya. Harganya Rp500 ribu per toples,” ungkap seorang warga asal Kecamatan Cikulur yang enggan disebutkan namanya, kepada tim investigasi Baralak Nusantara, Minggu (12/10/2025).
Warga itu menuturkan keheranannya karena produk yang dijual tidak memiliki merek dagang, label komposisi, maupun nomor izin edar BPOM.
“Hanya toples putih berisi kapsul, tidak ada tulisan apa-apa. Mereka bilang itu herbal racikan sendiri,” tambahnya.
Diduga Langgar Regulasi dan Ancam Keselamatan Publik
Hasil kajian akademik Tim Kajian Baralak Nusantara menegaskan bahwa produk herbal tanpa izin edar dan label resmi masuk kategori obat ilegal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Obat Tradisional, setiap obat tradisional wajib mencantumkan identitas produk, komposisi, produsen, serta nomor registrasi BPOM.
Tanpa uji keamanan dan mutu, produk semacam ini berpotensi mengandung bahan kimia obat (BKO) seperti sildenafil atau dexamethasone yang bisa memberikan efek instan tetapi berisiko menimbulkan kerusakan hati, ginjal, dan gangguan hormon.
“Harga tinggi dan kemasan polos merupakan dua indikator klasik produk herbal ilegal. Ini sangat berbahaya jika dikonsumsi jangka panjang,” terang salah satu peneliti Tim Kajian Baralak Nusantara, Senin (13/10/2025).
Tim investigasi Baralak Nusantara juga menelusuri jejak para terapis yang disebut-sebut beralamat di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak. Namun hingga berita ini diterbitkan, lokasi kantor dan tempat produksi obat herbal tersebut belum berhasil ditemukan.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak maupun pemerintah Kecamatan Cibadak belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan praktik pengedaran obat ilegal berkedok pengobatan alternatif ini.
Secara yuridis, aktivitas menjual atau mengedarkan obat tanpa izin edar termasuk tindak pidana berat sebagaimana diatur dalam:
Pasal 196 dan 197 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Pasal 8 ayat (1) huruf a dan e UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang melarang peredaran barang tanpa label dan informasi yang benar.
Jika dilakukan secara daring, pelaku juga dapat dijerat UU ITE No. 11 Tahun 2008 jo. 19 Tahun 2016 tentang penipuan digital.
Koordinator investigasi Baralak Nusantara mendesak BPOM, Bareskrim Polri, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak untuk segera turun tangan melakukan penelusuran lapangan, uji laboratorium, dan penegakan hukum terhadap pihak yang diduga terlibat.
“Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi sudah masuk ranah pidana kesehatan dan perlindungan konsumen,” tegasnya.
Peredaran obat herbal ilegal yang dikaitkan dengan praktik pengobatan alternatif menjadi ancaman serius bagi keselamatan masyarakat. Publik diimbau agar tidak mengonsumsi produk tanpa label dan izin BPOM, sekalipun diklaim sebagai herbal alami.
Tim Baralak Nusantara menegaskan komitmennya untuk melanjutkan investigasi hingga ke akar jejaring distribusi dan dugaan produksi ilegal yang beroperasi di balik topeng “terapi pijat kesehatan” di Kabupaten Lebak.