PortalInformasiNusantara.com – Lebak.
Proyek Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang bersumber dari Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak Tahun Anggaran 2025 kembali menjadi sorotan. Kegiatan pembangunan yang tersebar di 16 titik lokasi dengan nilai proyek rata-rata di atas Rp600 juta per titik ini, diduga kuat menyimpan praktik kotor dalam proses administrasinya.
Dari hasil penelusuran tim investigasi Portal Informasi Nusantara, ditemukan fakta mencengangkan: seluruh perusahaan (CV) pemenang tender hanya dijadikan alat pemenuhan persyaratan administrasi belaka. Beberapa pemilik perusahaan mengaku secara terang-terangan bahwa bendera usahanya hanya dipinjam oleh pihak tertentu yang sebenarnya menjadi pelaksana lapangan.
Pernyataan ini diperkuat oleh Hasan Basri, S.Pd.I, Sekretaris Jenderal Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (Baralak Nusantara), yang mengungkap bahwa praktik “pinjam bendera” atau penggunaan perusahaan milik orang lain tanpa peran nyata dalam pelaksanaan proyek merupakan bentuk pelanggaran hukum.
Baca Juga: Baralak Nusantara: Ada Dugaan Jaringan Sistemik di Balik Tambang Batubara Ilegal di Lebak
“Praktik semacam ini adalah modus lama yang tetap marak. Ini bukan hanya cacat secara administrasi, tetapi juga masuk dalam ranah hukum pidana, termasuk korupsi,” tegas Hasan Basri dalam keterangannya kepada redaksi. Kamis (07/8/25).
Ia merujuk sejumlah regulasi yang secara tegas melarang praktik ini, antara lain:
- Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 78 Ayat (1);
- Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
- Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 dan Permen PUPR No. 7 Tahun 2019, yang secara eksplisit melarang pinjam-meminjam bendera perusahaan.
Sekjen Baralak Nusantara, yang akrab disapa Acong, menyatakan keprihatinan atas lemahnya pengawasan dan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam membiarkan pola ini terus berjalan.
“Baralak Nusantara sudah secara resmi melaporkan temuan ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten,” lanjutnya.
Saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp, Kombes Pol Yudis Wibisana, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, membenarkan telah menerima laporan pengaduan dari Baralak Nusantara.
“Ya, laporannya sudah kami terima,” ujar Kombes Yudis singkat.
Sampai berita ini ditayangkan, pihak redaksi masih berupaya menghubungi pihak-pihak terkait, termasuk para pejabat teknis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak, untuk memberikan klarifikasi atas dugaan penyimpangan ini.
Modus Lama, Korban Baru
Modus peminjaman perusahaan dalam proyek pemerintah memang bukan hal baru. Biasanya dilakukan oleh kontraktor bermodal besar yang tidak memiliki legalitas langsung, namun ingin tetap bermain dalam proyek pemerintah. Dengan menyewa perusahaan kecil yang memiliki kelengkapan administrasi, para aktor di balik layar ini menjalankan proyek dengan cara-cara yang berisiko tinggi terhadap kualitas pekerjaan dan potensi korupsi.
Dari data yang diterima redaksi terungkap sejumlah nama yang diduga kuat bahkan disinyalir para pemain lama yang memang sudah terbiasa melakukan pola ini.
Baralak Nusantara mengingatkan bahwa jika praktik ini dibiarkan, maka yang menjadi korban utama adalah masyarakat. Selain itu, negara juga berpotensi mengalami kerugian karena pekerjaan tidak dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab secara langsung.
Catatan redaksi:
Redaksi Portal Informasi Nusantara akan terus mengikuti perkembangan penanganan kasus ini, termasuk proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum serta langkah korektif dari pemerintah daerah.
Reporter: Tim liputan Khusus
Editor: M.Rizki / D. Prabowo