Lebak — Pengadaan buku administrasi sekolah untuk seluruh SD di Kabupaten Lebak disinyalir telah dimonopoli oleh seorang oknum yang mengaku wartawan berinisial FD. Temuan ini diungkap oleh Ketua Umum Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (Baralak Nusantara), Yudistira, setelah pihaknya melakukan investigasi lapangan.
“Dari hasil investigasi yang kami lakukan, ditemukan adanya indikasi monopoli penjualan buku administrasi sekolah oleh oknum tersebut,” ungkap Yudistira. Jum’at (8/8).
Yudistira membeberkan, dalam proses pengadaan buku administrasi ini, terdapat dugaan gratifikasi yang dialirkan oleh oknum FD kepada para kepala sekolah penerima anggaran. Besaran gratifikasi tersebut disebut berkisar antara 10 hingga 20 persen dari nilai pembelian.
“Yang membuat saya merasa sangat gerah adalah oknum tersebut membawa-bawa nama lembaga kami, Baralak, untuk memuluskan penjualan buku tersebut,” tegasnya.
Kajian Hukum
Berdasarkan hasil investigasi Baralak Nusantara, tindakan yang dilakukan oknum FD berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 17 ayat (1): Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli.
Sanksi: Pidana denda maksimal Rp25 miliar atau sanksi administratif lainnya.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 5 ayat (1): Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 12B: Gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dianggap sebagai suap.
Sanksi: Pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 55 KUHP: Setiap orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana dapat dipidana sebagai pelaku.
Ini berarti kepala sekolah atau pihak lain yang menerima gratifikasi juga dapat diproses hukum.
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Pengadaan barang/jasa sekolah yang bersumber dari dana negara wajib terbuka dan transparan, sehingga praktik penunjukan langsung tanpa prosedur dapat dianggap melanggar prinsip transparansi publik.
Yudistira menegaskan, Baralak Nusantara akan melaporkan dugaan praktik monopoli dan gratifikasi ini kepada aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian, untuk memastikan kasus ini diusut tuntas.
“Praktik seperti ini bukan hanya merugikan anggaran sekolah, tetapi juga mencoreng dunia pendidikan dan mencederai semangat pemberantasan korupsi,” pungkasnya.