Example floating
Example floating

Baralak Nusantara: Kami Akan Kawal Lapdu Dugaan Ekstraordinary Crime Pada Pengadaan Buku Bahasa Sunda untuk SD di Lebak

siplah tempeina
Siplah temprina yang digunakan CV Al Manar Pulising sebagai eksekutor pengadaan uku, izet Ketua Umum Baralak Nusantara Yudistitra

LEBAK — Satu demi satu benang kusut pengadaan buku pelajaran di Kabupaten Lebak mulai terurai. Kali ini, Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (Baralak Nusantara) melaporkan dugaan praktik korupsi berjamaah dalam proyek pengadaan buku Bahasa Sunda untuk siswa SD kelas 1 hingga 6 kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

Laporan bernomor 019/LAPDU/DPP-BARALAK/VII/2025 tersebut bukan hanya menyebutkan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang, namun juga menyoroti keterlibatan sejumlah aktor yang diduga memainkan peran strategis dalam proses yang mengarah pada praktik gratifikasi sistemik.

logo

Di antara nama-nama yang muncul, salah satu yang menjadi sorotan utama adalah Oknum, Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Lebak. Ia disebut-sebut menjadi aktor kunci dalam pengondisian vendor, memuluskan arus “cashback” hingga mencapai angka 30 persen dari nilai kontrak pembelian buku.

aktivis Baralak Nusantara saat menyerahkan laporan dugaan korupsi di Kejati Banten
Aktifis Baralak Nusantara, Novi Agustina (kemeja putih sebelah kanan) saat menyerahkan Laporan Pengaduan dugaan korupsi berjamaah pada pengadaan buku siswa SD ke kejati Banten

“Luar biasa, mereka memainkan perannya dengan rapi. Polanya nyaris sempurna. Ini bukan korupsi biasa, ini sudah masuk kategori ordinary crime, kejahatan luar biasa yang dilakukan dengan kesadaran penuh,” ujar Ketua Umum Baralak Nusantara, Yudistira, saat ditemui di kantornya, Selasa (19/7).

Baralak Nusantara menyebut dugaan korupsi ini bukanlah insidental. Mereka menyimpulkan bahwa skema pengadaan sudah dirancang secara matang dengan melibatkan pihak-pihak strategis, termasuk CV Al-Manar Publishing yang beralamat di Kelurahan Margasana, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, dan PT Temprina Media Grafika, pemilik platform SIPLAH Temprina.co.id.

Jalur Uang dan Jalur Instruksi

Dari hasil investigasi yang dilakukan Baralak, ditemukan pola konsisten: vendor ditunjuk secara tidak kompetitif, kepala sekolah diarahkan untuk membeli dari penyedia tertentu, dan setelah pembelian dilakukan, dana cashback dikembalikan dalam bentuk tunai atau transfer kepada oknum-oknum yang diduga terlibat.

“Kami melakukan kajian kritis. Dari rekaman suara, bukti transfer, dan percakapan WA, terlihat jelas bahwa praktik ini sudah sistemik. Tidak mungkin dilakukan tanpa sepengetahuan struktural,” jelas Yudistira.

Baralak menduga, “imbalan” dari pembelian buku tersebut dibagi rata—dengan prosentase tertentu dialokasikan untuk kepala sekolah sebagai pihak eksekutor, sebagian untuk pengurus K3S, dan tak tertutup kemungkinan, mengalir pula ke pemegang kebijakan di Dinas Pendidikan Lebak.

Buku Jadi Komoditas, Integritas Tergerus

Yudistira menyayangkan praktik ini terjadi dalam dunia pendidikan. Menurutnya, pengadaan buku pelajaran semestinya menjadi bagian dari peningkatan mutu literasi siswa, bukan ladang bancakan anggaran negara.

“Mereka menjadikan buku sebagai alat untuk memperkaya diri. Ironis sekali, ketika dunia pendidikan dibajak oleh para pemburu rente yang bermain di balik meja,” tegasnya.

Baralak memastikan akan terus mengawal laporan ini hingga proses hukum berjalan. Mereka menuntut Kejati Banten melalui bidang Pidana Khusus untuk memanggil dan memeriksa seluruh pihak yang dilaporkan.

“Kami akan terus kawal sampai proses pemanggilan dilakukan. Tapi kami tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Hukum harus ditegakkan dengan adil,” kata Yudistira.

Ia juga menambahkan bahwa laporan ini bukan semata demi penindakan, tetapi juga bertujuan untuk mendorong perbaikan sistem pengadaan di sektor pendidikan, yang selama ini kerap menjadi sasaran empuk praktik korupsi.

Budaya “Cashback” yang Membusuk

Kasus ini bukanlah yang pertama mencuat di Lebak. Pola “cashback” dalam pengadaan buku, alat tulis, hingga pengadaan barang lainnya seolah telah menjadi budaya yang membusuk. Para pelaku—yang disebut “pemain buku”—diduga memiliki jaringan lintas kabupaten, lintas sekolah, dan bahkan lintas vendor.

“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Kami harap laporan ini jadi momentum bersih-bersih di sektor pendidikan,” tutup Yudistira.

Dihubungi melalui sambungan watsappnya, Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Saptari saat dikonfirmasi hanya menjawab singkat, “Kalau untuk Al manar silahkan hubungi H. Deni” kata Saptari tanpa memberitau siapakah H. Deni yang disebutnya. ((red)

Liputan Khusus Redaksi Portal Informsi Nusantara

editor: Redaksi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *