Jakarta, (PIN) – Kebijakan Tax Amnesty kembali memantik kritik tajam. Program yang digadang sebagai solusi instan untuk menambah penerimaan negara ini justru dianggap menghadirkan ketidakadilan, terutama bagi kelompok wajib pajak yang selama ini taat aturan.
Tax Amnesty dinilai memberi “karpet merah” kepada para pengemplang pajak dengan denda ringan, sementara masyarakat kecil yang patuh membayar pajak tidak pernah mendapatkan penghargaan sepadan.
Baca Juga: Gubernur Andra Soni Resmikan Program Sekolah Gratis di SMA-SMK Attaufiqiyyah Serang
“Tax Amnesty sejatinya memberi pengampunan kepada pelanggar, tetapi mengabaikan keringat rakyat yang patuh. Ini berbahaya karena bisa melahirkan budaya ketidakdisiplinan, seolah-olah ketidakpatuhan selalu akan dimaafkan,” ujar Abah Elang Mangkubumi, Jumat (20/9/2025).
Menurut pengasuh Majelis Dzikir Padepokan Bumi Alit Pajajaran itu, kebijakan Tax Amnesty tidak menyentuh akar persoalan dalam sistem perpajakan Indonesia. Ia menilai, pemerintah seharusnya memperkuat penegakan hukum, menutup celah kebocoran, sekaligus memberi insentif yang adil bagi wajib pajak tertib.
“Yang kita butuhkan bukan amnesti, melainkan reformasi. Jika pemerintah serius, maka pengawasan harus diperketat dan keadilan fiskal ditegakkan. Dengan begitu, kepercayaan rakyat terhadap negara akan tetap terjaga,” imbuhnya.
Baca Juga: KH. Hasyim Asy’ari Sang Muassis NU, Tokoh Pergerakan Muslim Terbesar di NKRI, PP Pagar Nusa Gelar Acara Haul Hadratussyaikh
Penolakan juga bergulir dari kalangan masyarakat sipil. Mereka menegaskan bahwa Tax Amnesty bukan solusi, melainkan bentuk pelecehan terhadap rakyat yang jujur dan taat pajak.
“Tax Amnesty bukan solusi, tapi bentuk penghinaan terhadap rakyat yang jujur. Mengapa yang curang diberi ampun, sementara yang taat justru terus diperas? Negara seharusnya menegakkan hukum, bukan memberi hadiah pada pelanggar. Kami tegas menolak Tax Amnesty dan menuntut keadilan fiskal bagi rakyat,” tegas Abah Elang dalam forum diskusi publik di Jakarta.
Ekonom publik menilai bahwa kebijakan Tax Amnesty memang mampu memberikan lonjakan penerimaan negara dalam jangka pendek. Namun, efek jangka panjangnya masih dipertanyakan.
“Jika orientasi hanya mengejar penerimaan instan, maka risiko yang muncul adalah melemahnya kepercayaan wajib pajak patuh. Mereka bisa merasa diperlakukan tidak adil, sementara pelanggar justru dimanjakan,” kata Pengasuh Majelis Zikir Padepokan Bumialit Pajajaran sekaligus seorang analis fiskal.
Baca Juga: Gubernur Banten Tekankan Ukhuwah Islamiyah di Peringatan Maulid Nabi di Padepokan Bumi Alit Pajajaran
Menurutnya, reformasi pajak yang berbasis transparansi, penguatan penegakan hukum, dan insentif adil jauh lebih dibutuhkan dibandingkan kebijakan pengampunan yang berulang.
Dengan pro dan kontra yang terus mengemuka, perdebatan mengenai efektivitas Tax Amnesty diperkirakan masih akan panjang. Namun, satu hal yang menjadi sorotan adalah tuntutan agar pemerintah tidak hanya mengejar penerimaan jangka pendek, melainkan membangun sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat yang patuh.