BANTEN. (PIN) Gelombang protes mahasiswa kembali mengguncang Senayan dalam empat hari terakhir. Jalanan kembali sesak oleh lautan massa, spanduk berkibar, orasi bergema, dan aparat kembali berbaris mengawal. Namun di tengah riuhnya suara rakyat itu, muncul satu tragedi yang mengguncang nurani bangsa: Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, tewas terlindas mobil aparat saat kericuhan pecah.
Affan bukan aktivis, bukan tokoh, bahkan bukan orang yang mencari panggung. Ia hanya anak muda sederhana yang bekerja demi keluarga, namun pulang dalam keadaan terbujur kaku.
BACA: Kericuhan Warnai Demo 25 Agustus, Dua Demonstran Alami Luka Serius
“Kita semua berduka. Tragedi ini bukan sekadar insiden lalu lintas. Ini adalah tanda bahwa ada yang salah dalam cara negara menjaga warganya. Nyawa rakyat kecil sering kali menjadi korban di tengah hiruk pikuk politik elit,” ujar H. Pujiyanto, Aktivis Muda Banten, Putra Goib, dalam keterangannya.
Wakil Rakyat Adalah Sumber Masalah
Menurut Pujiyanto, tragedi Affan harus membuka mata publik bahwa sasaran utama pergerakan hari ini tidak boleh kabur: DPR RI. “Parlemen adalah rumah rakyat. Kalau rakyat marah, di sanalah mereka harus mengetuk pintu. Kalau mahasiswa ingin menuntut perubahan, di sanalah orasi harus diarahkan. DPR bukan sekadar simbol, tapi tempat semua keputusan politik bangsa lahir. Kalau mereka tuli, kalau mereka pura-pura tidak dengar, maka rakyat berhak mengetuk lebih keras,” tegasnya.
BACA: Presiden Prabowo Pastikan Kehidupan Keluarga Affan Terjamin Pasca Tragedi Rantis Brimob
Namun Pujiyanto juga mengingatkan bahaya penunggang gelap yang selalu muncul setiap kali gelombang besar perlawanan lahir. “Ada elit yang melihat darah mahasiswa sebagai tiket menuju kursi, ada kelompok yang meniupkan api bukan untuk menerangi jalan, melainkan membakar persatuan. Gerakan ini harus murni, jangan dipelintir jadi panggung politik praktis,” katanya.
Ia menambahkan, tanda-tanda penunggang itu sudah tampak: masuk dengan spanduk, provokasi, hingga narasi manis di media sosial, padahal tujuan mereka bukan membela rakyat, melainkan meraih kekuasaan.
Persatuan adalah Senjata Rakyat
BACA: Demo Mahasiswa Ricuh di DPR, Tol Lumpuh dan Perjalanan KRL Terganggu
Pujiyanto menekankan bahwa persatuan mahasiswa dan rakyat adalah kunci yang paling ditakuti elit. “Musuh bisa punya uang, senjata, bahkan media. Tapi selama rakyat dan mahasiswa bersatu, mereka tak bisa mengalahkan kita. Persatuan itu hanya bisa dijaga kalau tujuan gerakan jelas: menegakkan keadilan, melindungi rakyat kecil, memastikan kekuasaan berpihak pada bangsa, bukan pada segelintir elit,” katanya.
Tragedi Affan, Titik Balik Gerakan
Menurutnya, kematian Affan harus menjadi titik balik gerakan rakyat, bukan sekadar berita yang dilupakan dalam seminggu. “Aparat hanyalah tangan. Kepala dari semua ini ada di parlemen. Kalau DPR bekerja dengan benar, kalau mereka mengawasi dengan sungguh-sungguh, tragedi seperti ini bisa dicegah,” ujarnya.
Pujiyanto menegaskan dirinya berbicara bukan untuk mencari nama, melainkan demi menjaga arah perjuangan. “Saya tidak rela melihat mahasiswa idealis diperalat, tidak rela rakyat kecil jadi korban permainan elit. Saya mengajak mahasiswa dan rakyat: teruslah bergerak, terus kawal, dan arahkan energi pada sasaran yang benar. DPR harus mendengar suara rakyat, bukan menutup telinga,” pungkasnya.
Editor: Yudistira