LEBAK, (PIN) – Tambang ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif: ia menimbulkan dampak sosial-ekonomi dan lingkungan yang bersifat sistemik — merusak mata pencaharian jangka panjang, kesehatan masyarakat, infrastruktur, dan tata ruang. Penanganannya harus memadukan tiga jalur: penegakan hukum (untuk efek jera dan penataan ruang), legalisasi terarah (membuka jalur Izin Pertambangan Rakyat/IPR bagi penambang skala kecil yang memenuhi syarat), dan program kesejahteraan/rehabilitasi (alternatif penghidupan, reklamasi, pelayanan kesehatan). Peran aktif dan terkoordinasi pemerintah daerah (kabupaten/provinsi) sangat krusial — dari pencegahan, sosialisasi, penerbitan izin yang tepat, hingga pengawasan lapangan dan pemulihan pasca-tambang.Database Peraturan | JDIH BPKCSGARJDIH Kemenko Marves
1) Dampak terhadap kesejahteraan masyarakat
- Pendapatan jangka pendek vs jangka panjang. Tambang ilegal sering memberikan pendapatan cepat pada sebagian warga, tetapi merusak sumberdaya alam (tanah subur, mata air) sehingga mengurangi kesempatan ekonomi lain (pertanian, perikanan, pariwisata) dalam jangka menengah-panjang.
- Kesehatan dan keselamatan. Pencemaran air, debu, dan kecelakaan kerja meningkatkan beban kesehatan (biaya pengobatan, hari kerja hilang) sehingga menurunkan kesejahteraan keseluruhan keluarga.
- Biaya sosial dan infrastruktur. Jalan rusak akibat angkutan tambang, konflik sosial antarpenambang, dan peningkatan kriminalitas menciptakan biaya publik yang besar.
Kesimpulan: intervensi harus menggabungkan perlindungan ekonomi rumah tangga dan pemulihan lingkungan agar kesejahteraan tumbuh berkelanjutan. (fakta umum & implikasi kebijakan; legalitas di bagian berikut).
2) Kajian hukum
- Penguasaan dan tujuan pengelolaan mineral/batubara. UU Pertambangan (UU No. 4/2009 yang telah diubah/dipersesuaikan—termutakhir termuat dalam konsolidasi UU Minerba/UU No.3/2020 dan perubahan terkait) menegaskan bahwa mineral/batubara adalah kekayaan negara yang dikuasai untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; penyelenggaraan wajib memberi kepastian hukum dan manfaat ekonomi. Pengaturan ini menjadi basis hukum untuk menindak PETI (pertambangan tanpa izin).Database Peraturan | JDIH BPKJDIH ESDM
- Sanksi terhadap penambangan tanpa izin. UU Minerba mengatur ancaman pidana dan denda bagi kegiatan pertambangan tanpa izin (contoh: ketentuan yang mengatur penambangan tanpa izin memuat ancaman pidana hingga beberapa tahun dan denda signifikan — Pasal terkait seperti Pasal 158 UU Minerba dan pasal-pasal pelengkap telah dijelaskan dalam literatur hukum). Penegakan pidana berfungsi sebagai instrumen pencegahan dan pemulihan kerugian negara.hukumonline.com+1
- Jalur legal untuk tambang rakyat — IPR (Izin Pertambangan Rakyat). Regulasi modern menyediakan mekanisme IPR untuk penambang skala kecil (kriteria luas lahan, kewajiban teknis, pelaporan, dan persyaratan lingkungan diatur dalam UU dan peraturan pelaksana seperti PP/Permen/PMK/keputusan menteri). IPR dapat menjadi jalur legalisasi yang menjembatani kebutuhan pendapatan masyarakat dengan persyaratan pengelolaan lingkungan dan keselamatan.JDIH Kemenko Marveshukumonline.com
- Pembagian kewenangan pusat-daerah. Pengelolaan mineral/batubara melibatkan peran pusat dan daerah: pusat memiliki fungsi kebijakan dan perizinan tertentu, tetapi pemerintah daerah (provinsi/kabupaten) memiliki peran penting dalam pembinaan, pengawasan, penerbitan beberapa izin delegasi, dan penertiban melalui peraturan daerah serta operasi penegakan administratif. UU tentang Pemerintahan Daerah (mis. UU No. 23/2014) dan dokumen kebijakan lain menjelaskan pembagian kewenangan ini. Oleh karena itu penanganan tambang ilegal harus melibatkan koordinasi lintas level pemerintahan.CSGARJournal Universitas Islam Indonesia
3) Peran serta pemerintahan daerah — praktik dan kewenangan yang dapat dimobilisasi
- Pencegahan & sosialisasi: kampanye tentang bahaya tambang ilegal, syarat IPR, dan tata cara peralihan ke kegiatan legal; pelatihan teknis untuk penambang skala kecil. (Peran pembinaan diamanatkan dalam regulasi pengawasan pertambangan).CSGAR
- Fasilitasi legalisasi melalui IPR dan pembentukan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat): membantu kelompok masyarakat/koperasi mengajukan IPR, menyiapkan dokumen teknis sederhana, dan memfasilitasi akses permodalan/alat yang aman sesuai ketentuan. Ini mengurangi insentif ekonomi untuk tetap ilegal.JDIH Kemenko Marves
- Pengawasan & penertiban terkoordinasi: membentuk satgas gabungan (Dinas ESDM/ESDM provinsi, Dinas Lingkungan hidup, Satpol PP, aparat kepolisian) untuk penertiban lokasi ilegal sambil menegakkan prosedur hukum dan administratif. Perlu SOP yang jelas untuk meminimalkan konflik sosial dan pelanggaran hak.Jurnal Universitas Lancang KuningEjournal Universitas Warmadewa
- Pemulihan & program substitusi penghidupan: anggaran daerah diarahkan untuk reklamasi/pemasangan revegetasi, program sanitasi air, serta alternatif ekonomi (pertanian intensif, agroforestri, usaha mikro) bagi masyarakat terdampak. PP tentang reklamasi pasca-tambang menjadi basis teknis kewajiban pemulihan.Repository UIN Ar Raniry
- Pengaturan lokal (Perda/Perbup): menyusun perda yang menyesuaikan ketentuan pusat dengan kondisi lokal — mis. mekanisme pungutan IPR, sanksi administratif, mekanisme partisipasi masyarakat, mekanisme pemanfaatan hasil tambang lokal secara adil. Namun perda harus selaras dengan peraturan pusat.CSGAR
4) Tantangan hukum-praktik yang sering muncul di lapangan
- Fragmentasi kewenangan (siapa utama—pusat vs daerah) menimbulkan celah pelaksanaan dan penegakan yang lambat.CSGAR
- Keterbatasan kapasitas teknis dan anggaran daerah untuk pengawasan lapangan, reklamasi, dan pendampingan legalisasi.Ejournal Universitas Warmadewa
- Korporatisasi jalur ilegal / sindikasi: bila tambang ilegal dikelola oleh aktor yang lebih besar, tindakan administratif sederhana tidak cukup; perlu penyelidikan ekonomi dan penegakan pidana (termasuk tindak pidana pencucian hasil tambang).Siplaw Firm
- Resistensi sosial bila penertiban dilakukan tanpa kompensasi atau alternatif ekonomi yang nyata — ini dapat memicu konflik. Oleh karena itu, penegakan harus paralel dengan program kesejahteraan.Jurnal Universitas Lancang Kuning
5) Rekomendasi kebijakan
- Bangun jalur legalisasi agresif: buka program percepatan IPR untuk penambang lokal (pendampingan teknis, pembiayaan mikro, sertifikasi koperasi) sehingga operasi skala kecil menjadi legal dan wajib memenuhi syarat lingkungan/teknis.JDIH Kemenko Marves
- Satgas terpadu penertiban berbasis data: inventarisasi lokasi PETI, prioritisasi penertiban berdasar risiko lingkungan/keamanan, dan terapkan tindakan administratif + pidana terhadap aktor utama (bukan hanya penambang kaki).hukumonline.comJurnal Universitas Lancang Kuning
- Program pemulihan & substitusi penghidupan: angarkan reklamasi, layanan kesehatan, dan program alternatif (pelatihan, modal usaha), dipantau oleh tim independen. Gunakan PP Reklamasi sebagai acuan teknis.Repository UIN Ar Raniry
- Perda yang cerdas dan partisipatif: buat perda yang mengatur IPR lokal, mekanisme iuran/royalti bagi desa, sanksi administratif, dan mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Pastikan harmonisasi dengan aturan pusat.CSGAR
- Transparansi dan akuntabilitas: publikasi peta lokasi tambang, daftar pemegang IPR/IUP, hasil inspeksi, dan realisasi pendapatan daerah dari pertambangan untuk mencegah korupsi dan pembiaran.CSGAR
6) Penutup
Menangani tambang ilegal di Kabupaten Lebak bukan hanya persoalan hukum semata, melainkan soal keadilan sumber daya dan kesejahteraan warga. Penegakan yang keras tanpa jalur legal dan jaminan penghidupan akan mendorong konflik dan kemiskinan. Sebaliknya, legalisasi terarah (IPR), penertiban terhadap aktor besar, dan investasi dalam pemulihan lingkungan serta program ekonomi lokal akan menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah daerah harus bergerak cepat, terkoordinasi, dan berorientasi kesejahteraan rakyat — itu inti dari amanat konstitusi bahwa sumber daya alam dikelola untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
Oleh: Iwan Hermawan, Redaktur Eksekutif Portal Informasi Nusantara