Example floating
Example floating

Baralak Nusantara: Ada Dugaan Jaringan Sistemik di Balik Tambang Batubara Ilegal di Lebak

tambang batubara ilegal
tambang batubara ilegal di Cihara

LEBAK, BANTEN Praktik tambang ilegal batubara yang merusak hutan dan pesisir di wilayah selatan Kabupaten Lebak, Banten, bukanlah sekadar pelanggaran lingkungan. Lebih dari itu, Barisan Rakyat Lawan Korupsi Nusantara (Baralak Nusantara) menyebut aktivitas ini sebagai bagian dari permainan sistemik yang melibatkan banyak aktor, mulai dari tingkat desa hingga struktur pemerintahan provinsi.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum DPP Baralak Nusantara, Yudistira, dalam keterangan resminya, Rabu (30/7/2025).

logo

“Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh divisi investigasi, kita menemukan adanya pola permainan yang dilakukan secara sistemik. Artinya mulai dari tingkat bawah, Kades setempat, sampai tingkat atas—kabupaten dan provinsi—diduga kuat menerima aliran dana dari para pengusaha yang jumlahnya puluhan,” kata Yudistira.

Menurut Yudistira, tambang ilegal tersebut beroperasi di kawasan lahan milik negara yang berada di bawah pengawasan Perhutani KPH Banten. Namun, bukannya dijaga, kawasan tersebut justru dijadikan ladang eksploitasi oleh pengusaha tambang ilegal yang dibekingi oleh oknum aparat dan pejabat setempat.

Kegiatan tambang dilakukan di area KRPH Panyaungan (Kecamatan Cihara) dan KRPH Bayah, bahkan ditemukan juga indikasi keterlibatan oknum pejabat di tingkat Asisten Perhutani (Asper).

“Pola permainan tersebut menandakan betapa bobroknya sistem yang ada di KPH Banten serta KRPH Panyaungan dan ASPER Bayah. Mereka diduga kuat, bahkan disinyalir sebagai aktor di balik semua kisruh penambangan batubara yang dilakukan secara ilegal di kawasan lahan negara,” tegas Yudistira.

Yudistira menegaskan bahwa Baralak Nusantara telah menyiapkan laporan resmi disertai bukti-bukti awal, termasuk dokumen hasil investigasi, foto lapangan, hingga peta distribusi tambang. Laporan ini rencananya akan dilayangkan ke Bareskrim Polri, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter).

“Berkas laporannya sudah kami siapkan dan semoga besok sudah masuk ke Bareskrim Polri c.q Direktur Tindak Pidana Tertentu,” ucapnya.

Dalam kajiannya, Baralak juga memaparkan sejumlah potensi pelanggaran hukum, antara lain:

  • Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba: penambangan tanpa izin dikenakan pidana hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
  • Pasal 50 dan 78 UU Kehutanan: kegiatan tanpa izin di hutan negara dikategorikan tindak pidana kehutanan.
  • UU Tipikor (UU 31/1999 jo. 20/2001): dugaan pemberian dan penerimaan suap serta gratifikasi oleh pejabat negara.
  • UU No. 32 Tahun 2009: pelanggaran Amdal dan pencemaran lingkungan.

Baralak mendesak pemerintah pusat, termasuk Kementerian LHK, KPK, Kejaksaan, dan BPK, untuk:

  1. Menertibkan seluruh tambang ilegal di Kabupaten Lebak.
  2. Memeriksa oknum pejabat Perhutani yang diduga menerima aliran dana.
  3. Melakukan audit kerugian negara dan kerusakan ekologis.
  4. Menyelidiki pola jaringan dana hasil tambang yang mengalir hingga level pemerintahan daerah.

Hutan Dirusak, Negara Diam

Kegiatan tambang ilegal telah menyebabkan kerusakan hutan, abrasi pesisir, sedimentasi sungai, dan pencemaran tanah. Bahkan, beberapa sumber air warga dilaporkan mulai tercemar. Sementara aparat penegak hukum di wilayah setempat terkesan tutup mata.

“Ini bukan sekadar penambangan liar, tapi bentuk nyata persekongkolan yang melibatkan oknum struktural dari atas sampai bawah. Jika dibiarkan, akan jadi preseden kelam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia,” tutup Yudistira.

Sementara, sampai berita ini ditayangkan pihak KPH Banten belum memberikan tanggapannya.


Editor: Redaksi Portal Informasi Nusantara

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *